• Twitter
  • Facebook
  • Google+
  • Instagram
  • Youtube

Sabtu, 15 Oktober 2016

KISAH SULTAN MAULANA HASANUDIN DAN SYEKH MUHAMMAD SHOLEH

ASSALAMUALAIKUM WR. WB



Perkembangan agama islam di pulau jawa erat dengan hubungannya dengan berdirinya kerajaan Islam di bumi pertiwi ini. Para muballigh Islam yang dulu berjuang melawan penjajah itu disebut dengan Wali, dan yang populer adalah Wali Songo, seperti Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai Syekh Magribi. Raden Rahmat yang dikenal sebagai Sunan Ampel, Raden Maulana Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang, Raden Paku yang dikenal sebagai Prabu Sakmata atau Sunan Giri, Syarifudin atau Sunan Drajat, Sultan Abdul Faqih atau Sunan Kali Jaga, R.M. Syaid atau Sunan Kudus atau Ja'far Shodiq, Raden Umar Syaid atau Sunan Muria, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan dikenal juga dengan Faletehan atau Fatahillah.

Berawal dari perjuangan Sunan Ampel yang pernah merencanakan berdirinya kerajaan Islam, dengan dibuktikan atas berdirinya negara baru di Demak, dan sekaligus berdirinya Masjid Agung Demak pada tahun 1479, beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai sarana penggemblengan para kader yang kelak melanjutkan perjuangannya. Salah satu kader atau santri Sunan Ampel adalah Syekh Muhammad Sholeh.

Sultan Maulana Hassanudin, Sultan Banten Pertama
Gapura menuju makan Syekh Muhammad Sholeh/Gunung Santri
Setelah Syekh Muhammad Sholeh selesai menimba ilmu pada Sunan Ampel, beliau melanjutkan perjuangannya untuk menemui Sultan Syarif Hidayatullah (ayah Sultan Maulana Hassanudin) di Cirebon. atas perintah Sultan Syarif Hidayatullah yang pada waktu penguasa Cirebon, Syekh Muhammad Sholeh berangkat ke Banten untuk mencari putra sang guru, yakni Sultan Maulana Hassanudin yang telah lama meninggalkan Cirebon tanpa sepengetahuan orang tuanya. Perjalanan ke Banten sambil berdakwah kepada masyarakat Banten, yang pada masa itu masih beragama hindu di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Padjajaran yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun, dengan pusat pemerintahannya di Banten Girang.

Sesuai dengan tujuannya berkat ketelatenannya akhirnya bertemulah putra penguasa Cirebon itu di Gunung Lempuyang di dekat Kampung Merapit Desa Ukirsari, Kecamatan Bojonegara, terletak di sebelah barat dari kota kecamatan. Ditemukannya Sultan Maulana Hassanudin dari gunung itu beliau saat itu sedang bermunajat kepada Allah SWT. Setelah itu Syekh Muhammad Sholeh memberitahukan kepada Sulatan Maulana Hassanudin mengenai kedatangannya merupakan perintah dari orang tua beliau untuk kembali ke Cirebon. Namun ternyata Sultan Maulana Hassanudin tidak mau dibujuk untuk kembali ke Cirebon, karena masih ingin tetap melanjutkan munajatnya, dan Syekh Muhammad Sholeh kembali ke Cirebon untuk menyampaikan laporan kepada Sultan Syarif Hidayatullah atas pertemuannya dengan Sultan Maulana Hasanudin, Rupanya laporan Syekh Muhammad Sholeh tidak memuaskan harapan Sultan Syarif Hidayatullah, sehinggan Syekh Muhammad Sholeh diajak kembali ke Banten bersama dengan Sultan Syarif Hidayatullah untuk menemui Sultan Maulana Hasanudin di Gunung Lempuyang dan membujuk kembali agar beliau mau kembali ke Cirebon.

Sebelum pulang kembali ke Cirebon, Sultan Syarif Hidayatullah menghendaki perjalanan itu lewat laut, tetapi Sultan Maulana Hasanudin menyarankan agar lewat darat dengan pertimbangan khawatir akan terjadi badai yang mengakibatkan bahaya. Dalam silang pendapat itu akhirnya Sultan Syarif Hidayatullah tetap kukuh terhadap pendiriannya untuk pulang melalui jalur laut. Kepulangan Sultan Syarif Hidayatullah ke Cirebon diantar keberangkatannya oleh Sultan Maulana Hasanudin bersama Syekh Muhammad Sholeh dari pantai. Pulau Majeti (Tajung Watu Abang), Kampung Ragas Grenyang, Desa Argawana, yang pada saat ini merupakan bekas PT. Golden Key. Waktu itu Sultan Maulana Hasanudin dan Syekh Muhammad Sholeh tidak ikut berangkat ke Cirebon, mereka tetap menunggu di pantai. Kekhawatiran Sultan Maulana Hasanudin atas keberangkatan ayahnya lewat laut tersebut rupanya menjadi kenyataan. Belum lama mereka menunggu terdengar gemuruh dan badai dari arah timur, dimana Sultan Syarif Hidayatullah sedang melintasi lautan (Teluk Banten) menuju Cirebon. Keadaan demikian membuat beliau ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanannya, akhirnya beliau singgah di salah satu pulau, yang sekarang pulau itu bernama Pulau Tunda. Setelah badai mereda, beliau kembali ke tempat keberangkatan menemui putranya kembali dan Syekh Muhammad Sholeh yang masih setia menunggu.

Peristiwa itu diceritakan kepada anaknya atas musibah yang terjadi dan membenarkan terhadap perkiraan cuaca yang pernah di sampaikan sebelum beliau berangkat. Akhirnya Sultan Syarif Hidayatullah memberikan gelar kepada putranya itu dengan sebutan Pangeran Sandang Lautan. Setelah itu, mereka berunding kembali dan diambil suatu kesepakatan bahwa keberangkatan berikutnya akan dilaksanakan melalui jalur darat. Berangkatlah mereka menuju Cirebon, namun di tengah jalan Syekh Muhammad Sholeh mohon pamit untuk memisahkan diri, beliau ingin menetap di Gunung Santri guna meneruskan perjuangannya dalam menyiarkan agama Islam di pantai utara.

Meskipun tempat tinggal mereka berjauhan, hubungan dan komunikasi dalam menyusun strategi perjuangan tetap berjalan dengan baik. Karena kedekatannya, Syekh Muhammad Sholeh yang dikenal juga sebagai Cili Kored diangkat sebagai pengawal dan sekaligus penasehat Sultan Maulana Hasanudin, dimana pada waktu itu beliau sebagai Sultan pertama di Banten. Dan penasehat yang diangkat oleh Sultan sebanyak 4 orang yang disebut Puna Kawan Utama. 4 pengawal Sultan tersebut adalah:


  • Cili Mandira, dimakamkan di kampung Panyunan
  • Cili Glebeg, dimakamkan di seberang Karangantu
  • Cili Kored, dimakamkan di Gunung Santri
  • Cili Wulung, dimakamkan di Kresek, Tangerang

Itulah sedikiti riwayat dan silsilah dari pertemuan antara Syekh Muhammad Sholeh (Gunung Santri) dan Sultan Maulanan Hasanudin (Sultan Banten). Apabila ada kekuarangan dan salah penyebutan gelar/tokoh, kami mohon maaf.

* Tulisan ini berdasarkan dari buku karya Drs. H. Cholid Badri, di Bojonegara, Februari 2001
#Sejarah Kami memang Bermanfaat

Banten Survival - Oktober 2016

Penulis Blog: Rere Mustika || Di poskan oleh: Banten Survival

Twitter : @BantenSurvival

4 komentar:

  1. Ada kesalahan foto, itu foto Sultan Hasanuddin kerajaan Gowa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih atas pemberitahuannya....kita koreksi lagi artikel ini.

      Hapus
  2. Masukkan komentar Anda...tolong d cek kembali karena cilikored(ki sholeh) dan para cili lainnya masa hidupnya sangat jauh.. ki sholeh tahun 1500an sedang ciliwulung thn 1700an k bawah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syekh ciliwulung wafat dalam perang di tanara hari sabtu tanggal 26 haji 1093 Hijriyah atau tahun 1682

      Hapus

Kontak

Hubungi Kami


Alamat Basecamp

Perum Villa Balaraja, Kec. Balaraja, Tangerang, Banten, 15610

Whatsapp Banten Survival

0813 8348 2181 (Hanya Whatsapp)

Email

bantensurvival@gmail.com